Pelibatan Babinsa dan PKK dalam Mengedukasi Masyarakat Mengenai Kusta: Memerangi Stigma dan Mencegah Penularan dengan Sinergi

Saat mengetahui bahwa daerah tempat saya tinggal, Tangerang Banten, memiliki satu tempat rumah sakit khusus penderita kusta, RS Sinta Nala, saya menjadi banyak bertanya mengenai hal ini. Mengapa dikhususkan harus ada rumah sakit kusta di daerah ini? Seberapa besar penyakit ini dan dampaknya seperti apa?

Jawaban itu belum tuntas hingga kini, karena keterbatasan informasi dan dianggap bukan sesuatu hal yang menjadi serius. Namun, semua menjadi berbeda sekarang.

 

Harus semakin banyak dan sering edukasi tentang penyakit Kusta dan penanganannya


Beberapa puluh tahun kemudian, tepatnya hari Rabu kemarin saat mengikuti acara mengenai kusta, saya baru paham bahwa penyakit ini masih menjadi masalah serius. Di Indonesia, jumlah kasus kusta kurang lebih mencapai 18 ribu. Karena tingginya jumlah tersebut, negara kita menempati posisi ketiga tertinggi di dunia dalam hal penderita kusta.

 

Kusta merupakan penyakit yang dapat menyebabkan disabilitas jika tidak ditangani dengan cepat. Oleh karena itu, edukasi mengenai kusta perlu diperluas agar masyarakat dapat mengantisipasinya. Dalam hal ini, peran Babinsa (Bintara Pembina Desa) dan PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) sangat penting dalam menyebarkan informasi mengenai kusta dan memperluas pemahaman tentang penyakit ini.

 

Bagi pemerintah, mungkin terdapat kelalaian tertentu, namun bagi para penderita kusta yang tersebar di negeri ini, tentu ada hal yang harus segera ditangani, karena kusta dapat menyebabkan disabilitas pada penderitanya dan berdampak pada terganggunya aktivitas kehidupan keseharian mereka.

 

Efek dari penyakit ini sangat panjang bagi penderitanya, sehingga penting bagi pemerintah hingga tingkat bawah untuk bekerja secara sinergi. Hal ini tidak terkecuali bagi Babinsa dan PKK di setiap daerah.

 

Babinsa (Bintara Pembina Desa) merupakan satuan teritorial TNI yang bersentuhan langsung dengan masyarakat di tingkat desa/kelurahan. Anggota TNI AD yang bertugas di wilayah desa memiliki peran dalam pendampingan bela negara, pembinaan sekolah, dan kegiatan lainnya. Selain itu, Babinsa juga memiliki tugas untuk melakukan sosialisasi tentang berbagai masalah kesehatan, termasuk kusta. Babinsa dapat membantu menyebarkan informasi mengenai gejala kusta, bahaya penularan, dan tindakan pencegahan kepada masyarakat di wilayahnya.

 

PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) merupakan organisasi yang berfokus pada pemberdayaan kesejahteraan keluarga di tingkat desa. Salah satu peran PKK adalah menyediakan edukasi kesehatan kepada masyarakat, termasuk mengenai kusta. PKK dapat melakukan kegiatan sosialisasi, seminar, atau pertemuan kelompok untuk menyebarkan informasi mengenai kusta dan mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap penyakit ini. PKK juga dapat memberikan dukungan dan pemahaman kepada penyintas kusta serta membantu menghilangkan stigma negatif terhadap penyakit ini.

 

Melalui kerjasama antara Babinsa dan PKK, edukasi mengenai kusta dapat diperluas dan menjangkau wilayah yang terpencil. Masyarakat di pedalaman dan dusun-dusun terpencil juga perlu mendapatkan pemahaman yang cukup mengenai kusta, gejala-gejalanya, dan pentingnya penanganan yang tepat. Dengan demikian, penularan kusta dapat dicegah melalui upaya pencegahan yang tepat.

 

Pentingnya edukasi mengenai kusta juga terkait dengan kondisi kasus kusta di Indonesia. Saat ini, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kasus kusta tertinggi ketiga di dunia. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya edukasi yang lebih luas dan komprehensif.

 

Saat mengikuti diskusi tentang Kusta dan peran dari Babinsa dan PKK 

Babinsa dan PKK memiliki peran yang sangat penting dalam membantu menyebarkan informasi mengenai kusta, mengedukasi masyarakat, serta mendorong perubahan sikap dan perilaku terhadap penyakit ini.

 

Dengan adanya kerjasama dan upaya bersama antara Babinsa, PKK, dan berbagai pihak terkait lainnya, diharapkan edukasi mengenai kusta dapat semakin efektif dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini akan memungkinkan masyarakat untuk memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kusta, mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat, dan memberikan dukungan kepada penyintas kusta agar mereka dapat hidup dengan lebih baik.

 

Menghapus Stigma dan Kendala Sosialisasi Melalui Peran Babinsa dan PKK

 

Penyakit kusta selama ini masih menjadi stigma buruk di masyarakat. Banyak anggapan bahwa penyakit kusta merupakan kutukan atau penyakit keturunan. Hal ini menyebabkan kendala dalam sosialisasi penyakit kusta di daerah, yang pada akhirnya mempengaruhi penanganan pasien orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK).

 

OYPMK bahkan seringkali mendapatkan perlakuan buruk, mulai dari pengucilan hingga dipasung. Pasien menjadi tertekan. Apalagi ada anggapan penyakit kusta merupakan penyakit turunan dari keluarga serta adanya kutukan dari tindakan pasien terdahulu.

 

Wakil Ketua Pokja 4 TP PKK Kabupaten Tegal, Elly Novita, mengatakan bahwa masih ada anggapan keliru tentang penyakit kusta ini. Selain itu, masih terdapat kendala dalam sosialisasi penyakit kusta di daerah tersebut. Elly menyatakan bahwa "Stigma seperti inilah yang harus dihapuskan," saat mengikuti diskusi Ruang Publik KBR bersama NLR Indonesia dengan tema "Gaung Kusta Bersama Babinsa dan PKK" di YouTube Berita KBR pada Rabu (14/6/2023).

 

Meski termasuk penyakit menular, penyakit kusta tidak mudah menular. Dibutuhkan kontak lama dan dalam jangka waktu tertentu dengan pasien atau OYPMK. Kendati demikian, jumlah pasien kusta sulit ditekan karena masih ada anggapan (stigma) hingga diskriminasi di masyarakat.

 

Beberapa kendala dalam sosialisasi penyakit kusta di daerah antara lain:

 

Stigma Negatif Terhadap Pasien Kusta

Hingga saat ini, stigma negatif terhadap pasien penyakit kusta masih sangat besar. Masyarakat memiliki anggapan bahwa pasien kusta mendapatkan guna-guna (santet) hingga penyakit kusta merupakan penyakit keturunan dari keluarga dan nenek moyang.

Bagi keluarga, pasien yang mengidap penyakit kusta seakan-akan merupakan suatu aib. Sehingga mereka memilih untuk mengurung atau bahkan memasung pasien di ruangan tertentu. Bahkan, ada kasus yang lebih ekstrem, yaitu memisahkan pasien dari rumah.

Elly menjelaskan, "Cerita-cerita dan berita hoaks seperti ini harus dihadapi dan ditanggapi dengan bijak. Sebab, berita negatif terkait pasien dan penyakit kusta cenderung lebih mudah diterima oleh masyarakat daripada berita positifnya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami fakta yang sebenarnya dan mengedukasi masyarakat agar mereka memiliki persepsi yang benar mengenai penyakit kusta."

 

Cara Menyadarkan Masyarakat

Butuh komitmen semua agar Kusta di Indonesia terdata terfasilitasi penyembuhannya 


Pasiter Kodim 0712/Tegal, Kapten Inf Shokib Setiadi, mengatakan bahwa diperlukan pendekatan khusus terhadap masyarakat untuk menyadarkan mereka tentang stigma negatif terhadap pasien/OYPMK. Pihaknya memiliki metode pembinaan teritorial dan komunikasi khusus dengan masyarakat.

"Melalui kegiatan yang santai dan diskusi dengan masyarakat, akan muncul berbagai keluhan. Di situlah keluhan-keluhan masyarakat akan muncul. Intinya, kami siap mendengarkan keluhan dan curhatan masyarakat dari berbagai bidang," ujar Shokib.

 

Biasanya, kata Shokib, satu koramil dapat mendampingi hingga 15-20 desa. Dengan adanya edukasi mengenai kendala sosialisasi penyakit kusta di daerah ini, informasi akan tersebar hingga ke masyarakat desa.

 

Cara Mengantisipasi Penyakit Kusta

Elly Novita menyatakan bahwa edukasi mengenai penyakit kusta bersama NLR Indonesia dan Berita KBR sangat positif bagi masyarakat, terutama bagi ibu-ibu yang aktif dalam PKK. Saat ini, mereka dapat mengenali gejala awal penyakit kusta dan cara mengantisipasi jika ada anggota keluarga yang terkena dampaknya.

Menurut Elly, cara mengenali pasien kusta pertama kali adalah dengan melihat bercak di kulit. "Penyakit kusta ini berbeda dengan panu. Meskipun ada bercak yang mirip, apakah bercak tersebut gatal atau tidak. Bahkan pada pasien kusta, kulit yang terkena seperti mati rasa. Meskipun dicubit atau ditusuk dengan jarum, tidak akan terasa," jelas Elly.

 

Pasiter Kodim 0712/Tegal, Kapten Inf Shokib Setiadi, mengatakan bahwa pihaknya akan terus bekerja sama dengan masyarakat dalam misi pemberdayaan warga. Mereka telah berkomitmen untuk melakukan pendampingan bela negara terhadap sekolah-sekolah dalam rangka menumbuhkan rasa cinta Tanah Air dan mempercepat bantuan pemerintah, termasuk dalam menghadapi pandemi COVID-19.

 

"Terkait pendampingan kusta, ini bukan hal baru bagi kami. Kami akan bergerak bersama masyarakat dan instansi terkait untuk selalu menjaga dan mengedukasi masyarakat agar tidak terkena penyakit kusta," ungkap Shokib.

 

Dengan kerjasama yang baik antara Babinsa, PKK, dan berbagai pihak terkait lainnya, diharapkan edukasi mengenai penyakit kusta dapat semakin efektif dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini akan memungkinkan masyarakat untuk memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kusta, mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat, serta memberikan dukungan kepada penyintas kusta agar mereka dapat hidup dengan lebih baik.


Pelibatan Babinsa dan PKK dalam Mengedukasi Masyarakat Mengenai Kusta: Memerangi Stigma dan Mencegah Penularan dengan Sinergi Pelibatan Babinsa dan PKK dalam Mengedukasi Masyarakat Mengenai Kusta: Memerangi Stigma dan Mencegah Penularan dengan Sinergi Reviewed by Papi on June 15, 2023 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.